Disamping kewajiban merealisasikan tauhid dan menghindari hal - hal yang bertentangan dengannya atau yang dapat menafikkanya, kita juga mesti berusaha agar tetap berada didalam lingkungan metode (manhaj) Ahlussunnah Wal Jama’ah “Alfirqah An Najiyah” (golongan yang selamat) dalam segala aspek, baik akidah maupum mu’amalah (tingkah laku). Yaitu metode generasi pertama (salaf) umat ini, dari kalangan sahabat dan orang-orang setelah mereka. Ahlus Sunnah memiliki metode (manhaj) dalam bab (iman) kepada Asma dan sifat (nama-nama dan sifat-sifat Allah) dan masalahmasalah (akidah) lainnya. Demikian juga halnya dengan masalah - masalah suluk (kelakuan), akhlak, mu’amalah dan ibadah serta segala aspek kehidupan, mereka memiliki manhaj yang jelas. Oleh sebab itu tatkala nabi menyebutkan bahwa umat ini akan terpecah menjadi tujuh poloh tiga golongan Beliau bersabda: “Semua (golongan) itu akan masuk neraka, kecuali satu golongan” Ditanyakan kepadanya “Siapakah mereka? “Beliau saw menjawab “Mereka ialah orang orang yang manhaj (agamanya) seperti manhaj (agama)ku dan sahabat - sahabatku sekarang ” Beliau tidak mengatakan “ Mereka ialah orang-orang yang mengatakan ini dan itu atau yang melakukan ini dan itu.. “ saja. Akan tetapi yang mengikuti manhaj Rasulullah saw dan para sahabat dalam segala hal.
Oleh karena itu, kewajiban anda adalah:
1. Dalam bab sifat, anda mesti mengimani semua sifat - sifat Allah yang disebutkan-Nya atau yang disebutkan oleh Rasul-Nya saw tanpa merubah (tahriif), membayang - bayangkannya (takyiif), menyamakannya dengan (sifat) makhluk (tamtsiil) dan membatalkan atau menolaknya (ta’thiil). Artinya, tidak boleh menafilan kecuali sifat yang dinafikan-Nya dan tidak boleh pula menyamakannya (dengan makhluk), berdasarkan firman Allah:“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. QS. Asy Syuura: 11.
2. Meyakini bahwa sesungguhnya Al Quran adalah Kalamullah (firman Allah) yang diturunkan-Nya, bukan makhluk. Daripada-Nya berawal dan kepada-Nya akan kembali.
3. Beriman kepada hal-hal yang akan terjadi setelah kematian, keadaan alam kubur (barzakh) dan (hal - hal) ghaib lainnya.
4. Meyakini bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan, meningka seiring dengan bertambahnya ketaatan, dan menurun sesuai dengan banyaknya maksiat (dosa).
5. Tidak mencap seseorang kafir karena dosa yang dilakukan selain dosa syirik, selama dia tidak menganggap halalnya dosa itu. Dan meyakini bahwa sesungguhnya pelaku dosa besar apabila bertaubat, Allah akan terima taubatnya, dan apabila ia mati sebelum bertaubat,maka ia berada di bawah masyiah (kehendak) Allah.Jika Dia kehendaki diampuni-Nya. Dan kalau Dia kehendaki disiksa-Nya terlebih dahulu.Kemudian dimasukkan-Nya kedalam surga. Dansesungguhnya tidak kekal di neraka, kecuali orang yang terjerumus ke dalam kekafiran dankemusyrikan. Dan meninggalkan shalat termasukkekafiran.
6. Ahlus Sunnah mencintai, memuliakan dan loyal kepada para sahabat, tanpa membeda-bedakan apakah mereka dari kalangan Ahlul Bait (keluarga Rasulullah) atau bukan. Namun tidak berkeyakinan bahwa ada diantara
mereka yang ma’shum. Dan sahabat paling utama adalah Abu Bakar Ash Shiddiq, kemudian Umar bin Khattab, kemudian Usman bin Affan, kemudian Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum. Ahlus Sunnah memilih tidak mengungkit-ungkit (mendiamkan) perselisihan yang pernah terjadi di kalangan sahabat, karena para sahabat itu adalah orang - orang yang berijtihad. Barangsiapa yang benar ijtihadnya mendapatkan dua pahala, dan siapa yang salah, mendapat satu pahala.
7. Ahlus Sunnah meyakini adanya karamah (keramat) bagi para wali. Mereka ialah orang - orang shaleh dan bertaqwa. Allah Ta’ala berfirman “Ingatlah sesungguhnya wali - wali Allah itu. Tidak ada ke khawatiran terhadap mereka dan ridak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”. QS.Yunus: 62-63
8. Ahlus Sunnah berprinsip, tidak boleh melakukan perlawanan kepada pemimpin (pemeritah), selama ia masih mendirikan shalat di kalangan mereka, dan mereka belum melihat padanya kekafiran yang nyata yang dapat dibuktikan dengan keterangan dari Allah.
9. Mereka juga berimana kepada qadar (ketentuan) baik dan buruk dari Allah dalam semua tingkatannya. Di samping itu mereka percaya bahwa manusia musayyar (diatur dalam berbuat) sekaligus mukhayyar (diberi kebebasan memilih). Maka ahlus Sunnah tidak menafikan adanya qadar dan tidak pula menafikan kebebasan manusia (menentukan pilihannya), akan tetapi mereka mempercayai keberadaan keduannya.
10. Ahlus Sunnah mencintai kebaikan bagi segenap manusia. Mereka adalah sebaik-baik manusia, bahkan merekalah orang yang paling adil kepada sesama. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi kita Muhammad saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar